BERDAKWAH DENGAN CARA YANG MUDAH
oleh Dr. KH. Zakky Mubarak, MA
Abu Musa al-Asy’ari dan Muadz bin Jabal pernah ditugaskan oleh Nabi s.a.w. sebagai gubernur di daerah Yaman. Pada saat pelantikan dua gubernur itu, Nabi s.a.w. berpesan kepada keduannya dalam suatu hadis yang sangat singakat. Hadis itu diriwayatkan oleh Abi Burdah, putra dari Abu Musa al-Asy’ari, Nabi bersabda:
يَسِّرَا وَلاَ تُعَسِّرَا، وَبَشِّرَا وَلاَ تُنَفِّرَا، وَتَطَاوَعَا (رواه البخاري ومسلم)
“Permudahlan olehmu berdua dan jangan kamu persulit, gembirakan mereka dan jangan kamu takut-takuti, saling taatlah kamu berdua (dan jangan bersilang bersengketa)”. (HR. Bukhari, No: 6124 dan Muslim, No: 1733).
Hadis di atas disampaikan Rasulullah s.a.w. ketika beliau akan melepas kepergian dua gubernur yang amat dicintai, bertugas di daerah Yaman. Sebagaimana diketahui bahwa propinsi Yaman itu mempunyai dua buah dataran. Daerah dataran tinggi terletak di bagian Timur berhadapan dengan Aden, sedang dataran rendah berlokasi di sebelah Barat berhadapan dengan dataran Tinggi. Pada akhir tahun kesembilan hijriyah, setelah selesai perang Tabuk. Mu’adz bin Jabal menjabat sebagai gubernur di daerah itu sampai menjelang pemerintahan Umar bin Khattab. Kemudian ditugaskan di Syam (daerah Suriah sekarang), sampai meninggal dunia di sana pada tahun 18 Hijriyah.
Abu Musa al-Asy’ari diangkat sebagai gubernur untuk daerah dataran rendah, berulang kali ia menjabat sebagai gubernur di berbagai daerah. Pada waktu pemerintahan Umar bin Khattab, diangkat menjadi gubernur untuk daerah Kuffah dan Bashrah. Ia wafat di Kuffah pada tahun 44 Hijriyyah. Abu Musa adalah kakek dari Abu Hasan al-Asy’ari, seorang faqih yang juga ahli ilmu kalam, pendiri aliran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Telah menjadi kebiasaan Rasulullah s.a.w. apabila beliau melantik jabatan yang akan ditugaskan terlebih dahulu menyampaikan kepadanya pesan-pesan yang amat penting sebagai bekal dalam menjalankan tugasnya. Selain pesan-pesan yang dianggap penting, diberikan juga pengarahan dan pedoman-pedoman kebijaksanaan dalam menjalankan tugasnya. Nasehat dan pengarahan Rasul s.a.w. kepada Muadz bin Jabal dan Abu Musa al-Asy’ari, dalam kesempatan itu ada tiga macam perintah yang harus dijalani dan tiga macam larangan yang harus dihindari yaitu:
Pertama, perintah mempermudah segala urusan dan larangan mempersulit. Dalam penyampaian dakwah, petunjuk-petunjuk dan penetapan peraturan, hendaknya dilakukan dengan cara yang mudah dan dapat dimengerti oleh masyarakat, tidak merepotkan atau memberatkan. Perlu diperhatikan keadaan masyarakat yang dihadapinya, sebagaimana yang dihadapi oleh kedua gubernur itu adalah penduduk Yaman yang sudah maju peradabannya. Perintah mempermudah berbagai hal dikuatkan juga oleh berbagai hadis Nabi yang lain, di antaranya:
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ (رواه البخاري)
“Agama Islam itu mudah, tidak sekali-kali orang mempersulit ajaran agama, kecuali ia sendiri yang akan kewalahan”. (HR. Bukhari, No: 38).
Dalam ayat al-Qur’an dijelaskan:
يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesulitan bagimu”. (QS. al-Baqarah, 2: 185).
Dalam ayat ini dijelaskan, bahwa Allah tidak menyulitkan para pemeluk agama Islam dalam menjalankan ajaran agamanya.
Kedua, perintah untuk memberikan sugesti yang menggembirakan dan larangan untuk menakut-nakuti. Dalam menyampaikan ajaran Islam hendaklah diusahakan mengarahkan pada optimisme dan membahagiakan kehidupan serta menghilangkan keresahan. Sangat tidak layak apabila materi ajaran agama yang diberikan itu membuat orang-orang yang menerimanya dilanda keresahan dan kegelisahan. Uraian dari hadis tersebut di atas mengarahkan umat Islam agar membimbing penerima dakwah kepada kehidupan yang baik dan harapan yang cerah di masa depan.
Orang-orang mukmin adalah mereka yang kuat mental dan kemauannya, untuk membangun masa depan yang lebih baik, disebutkan al-Qur’an:
وَلِلَّهِ ٱلۡعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِۦ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ
“Kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin”. (QS. Al-Munafiqun, 63: 8).
Merekalah yang akan memperoleh kekuasaan di muka bumi sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya:
وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسۡتَخۡلِفَنَّهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ كَمَا ٱسۡتَخۡلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antaramu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa”. (QS. Al-Nur, 24: 55).
Ketiga, perintah saling mentaati dan larangan saling bersengketa. Saling Mentaati sesama pemimpin merupakan kunci sukses dalam memimpin rakyatnya. Sesungguhnya para pemimpin adalah merupakan Role Model yang selalu diteladani umatnya. Rakyat umumnya selalu meniru pola hidup dan tingkah laku para pemimpinnya. Karena itu bila pemimpinnya baik, maka akan dapat dihasilkan kebaikan-kebaikan yang banyak di tengah-tengah umatnya. Sebaliknya bila pemimpinnya buruk, maka keburukan pulalah yang akan membelenggu masyarakatnya.
Silang sengketa dalam berbagai masalah yang terjadi antara para pemimpin akan membingungkan umat secara keseluruhan. Perbedaan pendapat itu akan menimbulkan kesulitan bagi masyarakatnya dan akhirnya bisa mendatangkan bencana dan malapetaka. Tiga perintah dan tiga larangan di atas merupakan tuntunan yang sangat berharga bagi setiap orang yang ingin memperoleh kesuksesan dalam memimpin masyarakat, dan memperoleh kebahagiaan lahir dan batin.