Dialog Eksklusif MASK x ICMI Eps. 3: “Fiskal Terbatas, Ekonomi Umat Menguat” – Seruan dari Masjid untuk Indonesia yang Lebih Adil dan Bermartabat

Jakarta, 7 Mei 2025 — Dalam suasana kebangsaan yang sarat tantangan ekonomi dan keresahan sosial, Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK) bersama Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) kembali menyelenggarakan Dialog Eksklusif MASK x ICMI Edisi ke-3 bertajuk: “Fiskal Terbatas, Ekonomi Umat Menguat: Strategi Kebijakan untuk Indonesia Maju.” Dialog ini diselenggarakan pada Rabu, 7 Mei 2025 pukul 15.30–17.30 WIB di Agreya Coffee, kawasan Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat.
Forum ini menghadirkan dua tokoh penting dalam diskursus kebijakan ekonomi nasional:
• Dr. H. Fuad Bawazier, MA, Dewan Pembina MASK dan mantan Menteri Keuangan RI
• Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy & Policy Studies (PEPS)
Dipandu oleh Dr. drg. Arief Rosyid Hasan, M.KM, anggota Dewan Pengurus MASK dan pengurus ICMI Pusat Bidang Ekonomi & Kesejahteraan Umat, diskusi ini menjadi ruang terbuka yang sarat pemikiran strategis sekaligus seruan moral bagi masa depan ekonomi Indonesia.
Dalam pemaparannya, para narasumber menyoroti tekanan fiskal yang dihadapi pemerintah, turunnya pertumbuhan ekonomi dari 5,12% ke 4,87%, dan meningkatnya pengangguran serta kemiskinan. Dr. Fuad Bawazier mengkritik pelaksanaan tax amnesty yang tidak efektif dan tingginya ketergantungan terhadap utang melalui SBN. Sementara Anthony Budiawan menambahkan bahwa 171,8 juta warga Indonesia kini berada dalam garis kemiskinan, dengan pertumbuhan konsumsi domestik hanya 3,22%—lebih rendah dari masa pandemi—yang berdampak langsung pada stagnasi lapangan kerja.
Sesi tanya jawab pun berlangsung hangat. Bambang Setiyono, Wakil Ketua I Dewan Pengurus MASK, mempertanyakan integritas kebijakan fiskal dan struktur otoritas pajak di Indonesia, yang langsung dijawab tegas oleh Dr. Fuad.
Menjelang penutupan, pernyataan Anthony Budiawan menggugah kesadaran bersama:
“Semua kekayaan negara harus dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Negara tidak boleh menjadi penonton atas sumber dayanya sendiri.”
Namun yang paling menyentuh datang dari moderator, Dr. Arief Rosyid Hasan, yang menegaskan bahwa perjuangan ekonomi umat adalah perjuangan untuk menjaga martabat:
“Ekonomi umat bukan sekadar angka—ini soal harga diri. Tentang ibu yang ingin memberi makan anaknya, anak muda yang ingin membuka usaha tanpa jerat utang, dan masyarakat yang ingin hidup dari tangan mereka sendiri. Semua bisa dimulai dari tempat yang paling sederhana—masjid. Dari warung kecil di pojok, dari podcast yang jujur, dan dari tangan-tangan umat yang tidak tinggal diam.”
Acara ini dihadiri oleh 51 peserta dari berbagai latar belakang: akademisi, praktisi ekonomi, mahasiswa, jurnalis, hingga jamaah masjid yang rindu akan kehadiran negara yang berpihak.
⸻
Lebih dari sekadar diskusi, kegiatan ini menjadi bagian dari langkah besar MASK untuk meneguhkan kembali peran masjid dalam kehidupan umat. MASK berkomitmen menjadikan masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat peradaban, pusat edukasi, dan pusat pemberdayaan ekonomi umat.
Ke depan, MASK akan:
• Menyelenggarakan pelatihan keterampilan (skill academy) untuk pemuda dan jamaah
• Mengembangkan ekosistem UMKM binaan dan program affiliator ekonomi jamaah
• Menghadirkan program dakwah berbasis media digital seperti podcast dan siaran live
• Menjadikan masjid sebagai pusat pengembangan literasi keuangan dan ekonomi syariah
• Membuka warung halal dan dapur komunitas untuk mendorong ketahanan pangan skala lokal
• Membangun kolaborasi dengan lembaga keuangan, perusahaan, dan pemerintah melalui skema CSR yang berdampak langsung bagi umat
MASK meyakini bahwa kebangkitan umat tidak bisa hanya menunggu perubahan dari atas. Ia harus dimulai dari akar, dari komunitas yang kuat, dari masjid yang aktif, dan dari umat yang bangkit dengan martabatnya sendiri.
Karena perubahan sejati selalu dimulai dari tempat yang paling jujur: dari hati, dari doa, dan dari masjid.