KHAZANAH ILMU : TRANSFORMASI DIGITAL MASJID MENGHADAPI ERA METAVERSE (Dr. Setyanto P. Santosa, M.A.)
TRANSFORMASI DIGITAL MASJID MENGHADAPI ERA METAVERSE
Oleh : Dr. Setyanto P. Santosa, M.A. – Ketua Dewan Pengurus Masjid Agung Sunda Kelapa (2021-2026)
“Bab 24 dari Buku MENYALAKAN PELITA MEMBAGI CAHAYA, Perjalanan 50 Tahun Masjid Agung Sunda Kelapa”
Perhatian sebagai pengurus harus pula menyadari bahwa jumlah jamaah yang masuk kelompok generasi muda di MASK, makin besar jumlahnya. Hal ini bisa berarti akan merupakan kekuatan jika dapat dioptimalkan untuk kepentingan memakmurkan masjid tetapi juga kerugian apabila potensi mereka tidak dimanfaatkan untuk bersama-sama mengembangkan masjid. Pertimbangan inilah antara lain yang melatarbelakangi mengapa RISKA (Remaja Islam Sunda Kelapa) dijadikan pilar kelima dari Lima Pilar Pemangku Kepentingan di MASK. Karena masjid memiliki peran yang signifikan dalam mempersiapkan masyarakat, khususnya generasi muda menjadi generasi yang mandiri dan berkarakter. Betapa tidak, khutbah Jumat, yang apabila didesain secara baik, maka akan menjadi forum stadium general yang besar dan rutin, yang di dalamnya bermuatan pesan-pesan mengenai akhlak mulia dalam pembangunan karakter bangsa dengan perhatian yang khusus terhadap generasi muda. Keinginan untuk memiliki generasi yang saleh dan menjadi harapan bangsa akan tercapai. Untuk itulah, RISKA menjadi salah satu pilar karena diharapkan dapat menjadi jembatan dalam membina generasi muda Indonesia.
Yang juga langsung terlintas di benak Setyanto sebagai Ketua DP-MASK adalah pemanfaatan teknologi informasi secara optimal dalam pengelolaan masjid untuk sebesar-besar kemanfaatan para jamaah melalui gerakan Transformasi Digital. Berbagai pembenahan dalam waktu singkat dilakukan. Diawali dengan pemberantasan digital illiteracy di lingkungan intern MASK yang selama ini tidak mereka sadari bahwa telepon genggam jenis smartphone mereka yang tidak pernah lepas dari kegiatan sehari-hari adalah komputer kecil yang bisa dioptimalkan untuk memudahkan kegiatan pengelolaan masjid bukan hanya untuk bermain WhatsApp, Instagram, atau TikTok. Pembenahan situs MASK dan sarana media sosial lainnya secara bertahap dilakukan, pemakaian uang digital untuk menampung donasi infaq dan sedekah disiapkan QRIS (Quick Response Code Indonesia Standard) yang ditempel pada kotak-kotak amal atau kantong-kantong amal. Kick-off gerakan transformasi digital ini dilakukan saat salat Idul Fitri 1442 H yakni satu minggu setelah pengurus baru MASK mulai bekerja.
Kehidupan sehari-hari dari umat Islam terkait erat dengan masjid yang didirikan atas dasar iman. Serta penampilan dan manajemen masjid dapat memberi gambaran tentang hubungan masjid dengan kualitas sumber daya manusia di sekelilingnya. Mengapa demikian? Manajemen masjid harus dilaksanakan sebagai pengalaman dan juga hubungan manusia dengan Allah SWT. Kita menyadari bahwa sebagian masyarakat Muslim masih menganggap masjid hanya sebatas tempat beribadah. Padahal, sejak zaman nabi, masjid sudah berfungsi sebagai tempat berbagai aktivitas. Dalam menyongsong perkembangan zaman, pemanfaatan teknologi digital di masjid mutlak diperlukan untuk mendorong peradaban Islam di masa depan. Teknologi merupakan sebuah terobosan baru yang telah diciptakan oleh manusia dari beberapa generasi. Sehingga, setiap saat mengalami banyak perubahan dan penemuan hal yang baru.
Internet of Things dan Big Data
Dewasa ini, kemajuan teknologi tidak hanya mendapatkan momentum dalam kehidupan pengguna, tetapi juga dalam dunia bisnis, kesehatan, industri, dan sosial termasuk keagamaan. Salah satu teknologi yang paling menjanjikan adalah IoT, atau Internet of Things, yang memungkinkan objek fisik terhubung ke internet, sehingga mengoptimalkan fungsinya dengan menghasilkan data. Namun, di dunia di mana data menjadi tumpuan utama, ini harus ditangani secara efisien dan sarana teknologi informasi harus memungkinkan untuk menyimpan jumlah data yang terus meningkat. Di sinilah Big Data menjadi penting.
Internet of Things adalah suatu konsep atau program di mana sebuah objek memiliki kemampuan untuk mentransmisikan atau mengirimkan data melalui jaringan tanpa menggunakan bantuan perangkat komputer dan manusia. IoT dan Big Data adalah dua teknologi independen yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, untuk memungkinkan kemajuan teknologi yang terkenal. Sementara IoT sebagian besar akan mengumpulkan data dari objek fisik melalui sensor yang berbeda, Big Data akan memungkinkan penyimpanan dan pemrosesan data ini lebih cepat dan efisien.
Penerapan Big Data dalam pengelolaan masjid, akan mendorong terbentuknya Data Profil Jamaah sehingga dalam melayani jamaah, pengurus dapat menyajikan menu yang benar-benar diperlukan oleh para jamaah, meskipun seringkali kita mendengar adanya pengurus masjid yang tidak menganggap penting melakukan administrasi profil jamaah. Ketidakpedulian terhadap profil jamaah akan membawa implikasi negatif berupa degradasi makna masjid, dari masjid sebagai pusat multi vaset umat, sebagaimana dulu Nabi Muhammad memperlakukan masjidnya, menjadi masjid yang hanya sekadar tempat untuk ritual mahdhah: salat. Salah satunya akan berdampak pada ketidakmampuan untuk menyusun kegiatan yang mampu memberikan pemberdayaan yang terstruktur baik bagi jamaahnya maupun bagi fungsi masjid itu sendiri. Sebaliknya, dengan mengenal profil jamaahnya pengelola masjid mampu menjadi masjid yang “berorientasi pasar dan ecosystem”. Untuk pemberdayaan ekonomi, misalnya, melalui penyaluran dana yang terkumpul melalui kegiatan zakat, infaq, dan shodaqoh, kegiatannya bisa diarahkan untuk pemberdayaan ekonomi produktif yang akan mampu mengubah mustahik menjadi muzaki.
Hendaknya disadari bahwa umat Islam atau masyarakat Islam adalah sekumpulan orang-orang yang hidup dalam satu jamaah di suatu daerah tertentu. Mereka beribadah mengamalkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari seoptimal mungkin. Semua kegiatan umat terpusat di masjid. Masjid mempunyai daerah pembinaan tertentu dan pembinaan tersebut diberikan dengan maksimal kepada masyarakat di sekelilingnya yang menjadi jamaah tetap pada masjid tersebut. Sedangkan untuk jamaah yang tidak tetap, layanan dapat diberikan dalam bentuk pemberian informasi atau bantuan yang bersifat bantuan darurat (emergency) atau bantuan lain yang sesuai dengan fungsi masjid sebagai tempat beribadah dalam arti yang luas.
Apabila pengurus tidak mempunyai data base profil jamaah, apa sesungguhnya yang dapat dan ingin diperbuat oleh pengurus masjid tersebut bagi jamaahnya? Meraba-raba tanpa dasar pijakan yang jelas. Masjid Agung Sunda Kelapa di masa depan harus memiliki profil jamaah yang rinci dan akurat sehingga program-program yang disusun akan sesuai dengan harapan para jamaah sehingga tergugah untuk bersama-sama ikut memakmurkan masjid. Untuk itu penerapan aplikasi Big Data merupakan salah satu prioritas dalam program Transformasi Digital MASK.
Tujuan utama Big Data adalah untuk meningkatkan respons organisasi atau sistem terhadap sejumlah besar data yang dikumpulkan, meningkatkan produktivitas, dan menyempurnakan pengetahuan tentang perilaku jamaah, sehingga dapat menyajikan pelayanan yang sesuai dengan yang diharapkan oleh para jamaah.
Big Data adalah kumpulan data yang sangat besar, kompleks dan terus bertambah setiap waktu. Data ini dihasilkan dari kegiatan internet yang makin rutin dilakukan, baik untuk tujuan pribadi maupun kepentingan organisasi. Sebagai contoh, awalnya informasi penting dari kita mungkin hanya berupa data nama, alamat, dan nomor telepon. Namun saat ini, data yang kita miliki makin beragam, termasuk postingan di media sosial, riwayat kegiatan belanja di toko online, hingga pencarian di mesin pencari yang menunjukkan ketertarikan kita terhadap suatu topik. Sama seperti data pada umumnya, Big Data tetap membutuhkan analisis yang biasa disebut Big Data Analytics.
Karena masjid di masa depan memerlukan produk dari Big Data Analytics sehingga dengan mudah akan dapat mewujudkan konsep Memakmurkan Masjid dan Dimakmurkan Masjid, dalam pengertian, semua program dan kebutuhan masjid bisa terpenuhi secara mandiri. Selain itu, jamaah akan mendapatkan manfaat yang lebih besar sehingga di masjid tidak hanya ada kegiatan keagamaan, tapi juga ada kegiatan ekonomi dan pendidikannya.
Misalkan masjid punya kios, terletak bisa kiosnya di dekat masjid bisa juga di tempat lain seperti di pasar. Keuntungan dari kios milik masjid tersebut dapat dipakai untuk memakmurkan masjid. Setiap masjid di masa depan diharapkan akan mempunyai badan usaha. Badan usaha milik masjid bentuknya bermacam-macam tergantung dari potensi masjid itu sendiri. Salah satu contoh konsep usahanya, masjid wisata jika masjid tersebut memiliki sejarah dan potensi wisata. Ketika masjid ramai dikunjungi wisatawan, akan melahirkan potensi usaha lain seperti membuka toko pakaian Muslim, makanan halal dan lain sebagainya. MASK sudah melangkah ke arah tersebut yakni dengan dikelolanya Aula Sakinah untuk berbagai acara pernikahan, seminar, dengan sistem sewa.
Teknologi Metaverse
Akhir-akhir ini kita diperkenalkan lagi dengan penerapan teknologi baru yang dikenal dengan Metaverse. Mark Zuckerberg menggambarkan Metaverse sebagai internet yang memungkinkan setiap orang seolah-olah hidup di dalamnya. “Alih-alih hanya melihat konten,” kata CEO Meta tersebut.
Bahkan Pemerintah Arab Saudi langsung menindaklanjuti dengan merencanakan untuk membuat Ka’bah Masjidil Haram menggunakan teknologi metaverse agar tempat suci umat Islam itu makin mudah dikunjungi. Teknologi Metaverse sendiri dianggap sebagai tren yang akan berkembang di masa depan. Metaverse merupakan versi terbaru dari virtual reality (VR) tanpa komputer. Pengguna teknologi ini dapat memasuki dunia virtual menggunakan headset yang terhubung dengan peralatan digital. Imam Besar Masjidil Haram, Syeikh Abdurrahman Sudais mengatakan, tujuan adanya Ka’bah versi Metaverse adalah untuk lebih memudahkan kehadiran tempat suci itu kepada masyarakat dunia. Inisiatif Metaverse itu memungkinkan masyarakat Muslim global mencium Hajr Aswad secara virtual serta ziarah ke Mekah. Menurutnya, banyak peninggalan sejarah dan Islam yang mesti didigitalisasi. “Sangat penting untuk memiliki simulasi yang tidak hanya melibatkan penglihatan dan pendengaran tetapi juga sentuhan dan penciuman,” katanya seperti dikutip dari The New Arab pada 14 Desember 2021.
Namun, inisiatif itu memicu kontroversi. Lembaga Presidensi Urusan Keagamaan Turki (Diyanet) mengatakan, Ka’bah Metaverse bisa diandalkan untuk mengenalkan tempat suci tapi tidak akan bisa menggantikan ibadah Haji secara nyata. Sebab, yang menjadi syarat ibadah Haji yakni menyentuh lantai Mekkah secara langsung. “Orang-orang beriman dapat mengunjungi Ka’bah di Metaverse, tetapi itu tidak akan pernah dianggap sebagai ibadah yang nyata,” kata Direktur Departemen Haji dan Umrah Diyanet, Remzi Bircan seperti dikutip Hurriyet Daily News pada 3 Februari 2022.
MASK sependapat dengan pandangan kedua tokoh tersebut, Metaverse tidak dapat menggantikan ritual ibadah yang telah diatur oleh Al-Qur’an dan Hadits, dan teknologi Metaverse hanya digunakan untuk kegiatan pengenalan (familiarization) atau promosi dari kegiatan-kegiatan peribadatan. Contoh yang konkret adalah penerapan teknologi ini pada kegiatan MASK Mualaf Center yang akan dapat memudahkan para pembimbing dalam mengajarkan kegiatan-kegiatan ritual beragama Islam antara lain dari sejak syahadat, mengambil air wudhu dan menjalankan shalat lima waktu. Demikian pula halnya untuk bimbingan Manasik Haji atau Umroh akan lebih akurat dan menarik apabila memanfaatkan teknologi Metaverse ini.
Penutup
Sebagian masyarakat Muslim masih menganggap masjid hanya sebatas tempat beribadah. Padahal, sejak zaman Nabi, masjid sudah berfungsi sebagai tempat berbagai aktivitas. Dalam menyongsong perkembangan zaman, digitalisasi masjid mutlak diperlukan untuk mendorong peradaban Islam di masa depan.
Masjid di masa depan memerlukan produk dari Big Data Analytics sehingga dengan mudah akan dapat mewujudkan konsep Memakmurkan Masjid dan Dimakmurkan Masjid. Dalam pengertian semua program dan kebutuhan masjid bisa terpenuhi secara mandiri. Selain itu, jamaah akan mendapatkan manfaat yang lebih besar sehingga di masjid tidak hanya ada kegiatan keagamaan, tapi juga ada kegiatan ekonomi dan pendidikannya. MASK di masa depan harus mempunyai badan usaha, keuntungan dari unit usaha milik MASK akan dapat dipakai untuk memakmurkan masjid. Badan usaha milik MASK bentuknya bermacam-macam tergantung dari potensi MASK itu sendiri.
Salah satu contoh konsep usahanya, Masjid wisata jika MASK memiliki sejarah dan potensi wisata. Ketika MASK ramai dikunjungi wisatawan, akan melahirkan potensi usaha lain seperti membuka toko pakaian Muslim, makanan halal dan lain sebagainya.
MASK harus dapat kita jadikan sebagai Pusat Solusi Masalah Umat, setiap khotbah dan ceramah pada dasarnya memberikan tuntunan kepada jamaah dalam mengatasi masalah yang dihadapi dengan pemecahan berdasarkan ajaran agama Islam. Dan upaya Transformasi Digital melalui pemanfaatan berbagai teknologi informasi untuk kegiatan pelayanan dan pengembangan kepada para jamaah tersebut sangat diperlukan termasuk IoT, Big Data dan juga teknologi Metaverse minimal untuk menangani profil para jamaah dan berbagai kegiatan serta bimbingan yang diperlukan oleh para Jamaah MASK.