BERCERMIN SEBELUM BERAKTIFITAS
Oleh Dr. KH. Zakky Mubaraka, MA
Merupakan tabiat dan kebiasaan manusia selalu bercermin untuk mengoreksi diri sebelum menjalani aktifitas hariannya. Dengan bercermin, orang akan mengetahui apakah penampilan wajahnya sudah beres, demikian juga pakain dan rambutnya. Sambil berdiri di depan cermin, orang dapat melihat dirinya, apakah baik atau buruk, bersih atau kotor, dan janggal atau wajar.
Sebagai seorang muslim kita harus sering mengaca diri dan membandingkannya dengan ajaran agama yang kita peluk, agar terhindar dari dosa-dosa dan perbuatan yang tidak terpuji. Sayyidina Umar bin Khattab pernah berpesan:
حَاسِبُوْا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا
“Hitunglah dirimu sebelum engkau dihitung orang lain”. Setiap orang hendaknya selalu mengadakan muhasabah atau menghitung-hitung dirinya masing-masing, sampai beberapa jauh ia telah mengikuti ajaran Islam dan seberapa jauh ia melanggar larangan agama.
Bila diketahui, bahwa kita telah terpeleset jauh dari ajaran agama, segeralah kembali ke jalan yang benar. Bila kita melakukan berbagai aktivitas dalam bingkai agama, seharusnya mempertahankan diri dengan baik, jangan sampai tergoda untuk melalaikan atau meninggalkannya. Rasulullah s.a.w. mengingatkan kita tentang adanya kelompok orang yang begitu mudah meninggalkan ajaran agamanya, kemudian memasukinya kembali dan seterusnya ia berganti-ganti seenaknya, tanpa merasa malu dan risih. Mereka melakukan perbuatan seperti ini pada umumnya bertujuan untuk mencari kemewahan duniawi.
Hadis yang menjelaskan hal di atas, diriwayatkan oleh Imam Muslim yang lengkapnya sebagai berikut:
بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا، أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا (رواه مسلم)
“Bersegeralah kamu mengerjakan amal kebajikan, karena akan datang suatu zaman yang penuh fitnah yang akan menimpamu, bagaikan sebagian malam yang gelap gulita. Ada diantaramu orang yang pagi harinya beriman, sore harinya menjadi seorang kafir. Adapula orang yang sore harinya masih menjadi seorang mukmin, tetapi esok paginya menjadi seorang yang kafir, mereka menjual agamanya dengan sedikit dari kemewahan dunia”. (HR. Muslim, No: 118).
Dalam kenyataan hidup yang kita jalani, dijumpai banyak orang yang sejak kecil telah dipersiapkan oleh orang tua dan guru-gurunya agar menjadi anak yang saleh. Namun setelah dia dewasa, bahkan telah mencapai usia lanjut, ia lantas tergoda oleh perbuatan-perbuatan yang menyesatkan. Godaan-godaan itu telah menghilangkan harapan orang tua dan masyarakatnya, karena telah meninggalkan kedudukannya sebagai seorang yang baik. Mereka terpukau oleh harta yang berlimpah, terpukau oleh kecantikan wanita atau oleh gemerlapnya singgasana kedudukan yang diangankannya.
Al-Qur’an memperingatkan kita agar tidak terpukau kemewahan duniawi dan kenikmatan materi, sebagaimana disebutkan dalam salahsatu ayatnya:
مَا عِندَكُمۡ يَنفَدُ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ بَاقٖۗ وَلَنَجۡزِيَنَّ ٱلَّذِينَ صَبَرُوٓاْ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ
“Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (Q.S. al-Nahl, 16: 96).
Dalam salah satu riwayat, sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah bertanya tentang garis-garis besar dari jalan hidup Rasulullah s.a.w.. Beliau menjawab:
الْمَعْرِفَةُ رَأْسُ مَالِي، وَالْعَقْلُ دِينِي، وَالْحُبُّ أَسَاسِي، وَالشَّوْقُ مَرْكَبِي، وَذِكْرُ اللَّهِ تَعَالَى أُنْسِي، وَالثِّقَةُ كَنْزِي، وَالْحُزْنُ رَفِيقِي، وَالْعِلْمُ سِلاحِي، وَالصَّبْرُ رِدَائِي، وَالرِّضَى غُنْيَتِي، (رواه القاضي عياض فى كتاب الشفا بتعريف حقوق المصطفى)
“Ma’rifat kepada Allah adalah modalku, akal adalah pangkal agamaku, cinta adalah dasar semua langkahku, kerinduan kepada Allah adalah kendaraanku, dzikir kepada Allah adalah teman pendampingku, kemantapan hati adalah perbendaharaanku, kesedihan adalah teman karibku, ilmu adalah senjataku, sabar adalah pakaian kebesaranku, ridha Allah adalah hasil keuntunganku”. (Al-Qodhi Iyadh dalam kitab al-Syifa bita’rifi huquq al-Mushtofa).
Itulah garis besar dari jalan hidup Rasulullah s.a.w. yang mengantarkannya kepada kesuksesan yang maksimal dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi. Siapa saja yang mengikuti jalan itu pasti akan meraih kebahagiaan dalam segala kehidupannya, baik pada masa kini maupun pada masa mendatang. Dalam sabdanya yang lain Rasulullah s.a.w. bersabda:
رَأْسُ الْعَقْلِ بَعْدَ الْإِيْمَانِ بِاللهِ التَّوَدُّدُ إِلَى النَّاسِ وَمَا يَسْتَغْنِى رَجُلٌ عَنْ مَشْوَرَةٍ وَإِنَّ أَهْلَ الْمَعْرُوْفِ فِى الدُّنْيَا هُمْ أَهْلُ الْمَعْرُوْفِ فِى الْآخِرَةِ وَإِنَّ أَهْلَ الْمُنْكَرِ فِى الدُّنْيَا هُمْ أَهْلُ الْمُنْكَرِ فِى الْآخِرَةِ (رواه البيهقي)
”Puncaknya akal setelah iman kepada Allah adalah mencintai pada semua manusia, berbuat kebajikan kepada setiap orang yang berbuat baik atau yang jahatnya (kepada yang jahat maksudnya melarang supaya ia tidak melakukankejahatan tadi). Sesungguhnya ahli kebaikan di dunia adalah ahli kebaikan di akhirat dan sesungguhnya ahli kejahatan di dunia adalah juga ahli kejahatan di akhirat“. (HR. Baihaqi, No: 20093).
Untuk mengoreksi segala amal dan perbuatan, hendaklah kita sering mengaca diri dan membanding-bandingkan dengan ajaran agama. Dengan demikian, kita akan mengetahui, berada dimana sesungguhnya sosok tubuh kita. Berada dalam lingkungan yang baik atau terjerembab dalam jurang keburukan dan kehinaan.